Kamis, 06 November 2014

Lapres Akustik SLM



ANALISA KETERARAHAN SPEAKER DENGAN MENGGUNAKAN SOUND LEVEL METER
Seni Ramadhanti S, M.Syarifuddin, Prof. Bagus Jaya  S
Jurusan Fisika, Fakultas
MIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Jl. AriefRahman Hakim, Surabaya 60111
E-mail: ramadhanti.seni12@mhs.physics.its.ac.id
Abstrak— Telah dilakukan percobaan mengenai analisa keterarahan bunyi speaker dengan menggunakan sound level meter. Tujuan dari dilakukannya percobaan analisa keterarahan bunyi speaker dengan menggunkanan sound level meter ini yaitu untuk mengetahui keterarahan bunyi speaker. Pada percobaan ini dipakai 3 variasi yaitu jarak (100cm dan 140cm), frekuensi (250Hz, 500Hz, 1000Hz dan 2000Hz) dengan sumber bunyi yang digunakan bertipe white noise dan sudut (00 hingga 3600 dengan kelipatan 100). Dalam praktikum analisa keterarahan bunyi speaker dengan menggunakan sound level meter ini, yang dilakukan adalah mengukur intensitas bunyi dari speaker dengan menggunakan sound level meter pada sudut 0o dari speaker yang kemudian nantinya dilakuan variasi pengambilan data pada setiap kelipatan sudut 10o. Berdasarkan grafik dan data yang didapatkan dapat disimpulkan bahwa  semakin besar frekuensi maka intensitas bunyi semakin kecil dan semakin jauh jarak suatu benda dari sumber bunyi maka intensitas bunyi yang diterima benda itu juga semakin kecil..  Hal yang mempengaruhi hasil percobaan yaitu kestabilan bunyi speaker, adanya bahan yang bersifat menyerap suara dan pengkalibrasian SLM (Sound Level Meter).

Kata Kuncibunyi, intensitas, keterarahan, sound level meter, speaker

S
I. PENDAHULUAN
peaker merupakan suatu alat elektronika yang mengubah sinyal listrik yang sudah diperkuat oleh power amplifier menjadi energi suara yang kita dengarkan. Dalam kehidupan sehari – hari speaker banyak sekali digunakan sebagai pengeras suara misalnya dalam acara seminar dan konser pada  acara tersebut tata letak penempatan speaker juga harus diperhatikan.Untuk mendapatkan tata letak penempatan speaker yang tepat maka perlu dilakukan penelitian mengenai keterarahan persebaran bunyi dari speaker tersebut. Dimana keterarahan disini adalah karakteristik bagaimana sebuah speaker dapat memancarkan bunyi kearah yang berbeda – beda. Praktikum ini menguji   bagaimana persebaran  intensitas bunyi speaker pada beberapa sudut pendengaran yang diukur ditempat  bebas pantulan menggunakan sebuah speaker uji dengan frekuensi tertentu dan alat ukur Sound Level Meter (SLM).
1.      Bunyi
Gelombang bunyi dapat merambat langsung melalui udara dan sumbernya ke telinga manusia. Selain itu, sebelum sampai ke telinga manusia , selombang bunyi dapat juga terpantul pantul terlebih dahulu oleh permukaan bangunan, menembus dinding , atau merambat melalui struktur bangunan. Perjalanan bunyi dari sumber ke telinga akan sangat menentukan karakter (kualitas dan kuantitas) bunyi tersebut. Oleh karena itu tata letak sumber bunyi menjadi sangat penting untuk mendukung pengolahan bunyi agar sesuai dengan penerima bunyi. Sumber bunyi dapat berupa benda bergatar misalnya tali suara manusia, senar gitar , loudspeaker dll[4].
Kualitas bunyi ditentukan oleh frekuensi dan intensitasnya. Frekuensi suara dinyatakan dengan jumlah getaran tiap detik, atau Hertz (Hz). Sedang intensitas bunyi merupakan besarnya tekanan suara, yang dalam pengukuran sehari-hari dinyatakan dalam perbandingan logaritmis dan menggunakan satuan desibel (dB)[1].
Bunyi merupakan gelombang longitudinal dimana merupakan gelombang mekanik yang arah perambatannya sejajar dengan arah getarnya. Syarat terjadinya bunyi yaitu harus ada sumber bunyi, ada medium atau perantara, dan harus ada pendengar. Macam-macam bunyi berdasarkan frekuensinya yaitu gelombang infrasonik, gelombang audiosonik, dan gelombang ultrasonik.
a. Infrasonik
Bila suara dengan gelombang antara 0-16 Hz. Infrasonik tidak dapat didengar oleh telinga manusia dan biasanya ditimbulkan oleh getaran tanah dan bangunan. Frekuensi < 16 Hz akan mengakibatkan perasaan kurang nyaman, lesu, dan kadang-kadang perubahan penglihatan.
b. Sonik
Bila gelombang suara antara 16-20.000 Hz. Merupakan frekuensi yang dapat ditangkap oleh telinga manusia. Bunyi dengan frekuensi 250-3.000 Hz sangat penting, karena frekuensi tersebut manusia dapat mengadakan komunikasi dengan normal.
c. Ultrasonik
Bila gelombang lebih dari 20.000 Hz, sering digunakan dalam bidang kedokteran, seperti untuk penghancuran batu ginjal, pembedahan katarak, karena dengan frekuensi yang tingggi, bunyi mempunyai daya tembus jaringan yang cukup besar, sedangkan suara dengan frekuensi sebesar ini tidak dapat didengar oleh suara manusia[1].
Bunyi  merupakan  kumpulan  dari sinyal  acak  yang memiliki  karakteristik  fisis tertentu  bergantung  pada  sumber  bunyi  itu sendiri.  Salah  satu  karakteristik  fisis  bunyi adalah   bentuk  spektrum  bunyi.  Dalam  ilmu akustik,  dibuat  bermacam-macam  sumber bunyi dan dinamakan warna bunyi. Ada  banyak  kebisingan  berdasarkan spektrumnya,  diantaranya  White  noise,  Pink noise,  Brown(ian)  noise,  Blue  noise,  Violet noise,  Grey  noise,  dan Miscellanea.
1.  White Noise
White  noise  adalah  bunyi  yang  tingkat intensitasnya  sama  pada  semua  frekuensi. Bunyi yang terdengar seperti desis ini biasanya digunakan  untuk  membuat  sirine  sepeda motor.
2.  Pink Noise
Pink  noise adalah  bunyi  yang  tingkat intensitas  pada  frekuensi  pita  oktafnya menurun  sebesar  3 dB.  Pink  noise memiliki distribusi  daya  yang  sama  untuk  setiap  oktaf, sehingga daya antara 0,5 Hz dan 1 Hz adalah sama  seperti  antara  5.000  Hz  dan  10.000  Hz. Oktaf  adalah  adalah  suatu  kenaikan  tingkatan nada dalam jarak interval ∆f=f2-f1=2f1.
Beberapa  peneliti  mengatakan  bahwa bunyi  ini banyak  terjadi  dimana-mana.  Bunyi pink  noise  sering  muncul  dalam  sistem  fisis maupun biologis pada peralatan elektronik dan bunyi detak jantung.
3.Brown Noise
Brown  Noise  (ditemukan  oleh  Robert Brown)  atau  Red  Noise ini  merupakan  bunyi yang  intensitas  bunyi  pada  tiap  frekuensi  pita oktafnya  menurun  sebesar  6  dB.  Bunyinya terdengar  seperti  deru  bunyi  air  terjun  atau hujan dengan level rendah[5].

2.       Keterarahan Sumber Bunyi
Sumber suara (getaran) memancarkan energi ke arah yang menjauhi sumber tersebut. Daya akustik yang dimiliki oleh sumber tersebut dinyatakan dalam besaran watt. Jika sumber tersebut adalah sumber titik maka berarti sumber tersebut memancarkan energi suara yang sama ke segala arah, sehingga bidang propogasi gelombang suara yang terjadi adalah bidang bola[4].
Sumber bunyi memancarkan gelombangnya ke segala  arah (omni-directional) dalam daerah yang tidak ada permukaan pantulnya, namun  intensitas bunyi yang dipancarkan pada salah satu arah dapat menjadi sangat nyata / lemah, tergantung dari medium dan penghalangnya (termasuk refleksi dan  absorbsi). Pola pemancaran akan berubah sejalan dengan frekuensinya [3].

3.       Sound level meter
Sound Level Meter adalah suatu alat yang digunakan untuk pengukuran suatu intensitas suara. Dalam menggunakan alat Sound Level Meter ini untuk pengukuran taraf intensitas bunyi dapat menggunakan sumber suara dari sirine secara. Membunyikan sirine ini dapat dengan cara memberikan variasi tegangan yang diberikan untuk sirine tersebut, sehingga berdengung keras atau kecilnya suara yang dihasilkan oleh sirine bergantung pada tegangan yang diberikan untuk sirine tersebut. Untuk menggunakannya, sirine diletakkan pada suatu titik, dan Sound Level Meter diletakkan pada jarak yang ditentukan dari arah yang berhadapan dengan Sound Level Meter tersebut. Pada saat sirine dibunyikan, Sound Level Meter akan mencatat Intensitas bunyi dari sirine tersebut[2].
Sound Level Meter ini digunakan untuk mengukur tingkat suara dalam desibel (dB). Sound Level Meter memiliki sebuah panel LCD, yang merupakan perangkat yang berdiri sendiri dan digunakan untuk pembacaan pada alat ini. Pengukuran dengan menggunakan sound level meter ini biasanya digunakan dalam studi polusi suara untuk kuantifikasi kebisingan, tapi terutama untuk industri, lingkungan dan kebisingan pesawat[2].
Ada beberapa faktor yang menjadi pengaruh dalam pengukuran menggunakan sound level meter ini hal tersebut membuat gelombang suara yang terukur bisa jadi tidak sama dengan nilai intensitas gelombang suara sebenarnya. faktor tesebut antara lain adalah karenaAdanya angin yang bertiup dari berbagai arah menyebabkan tidak akuratnya nilai yang terukur oleh sound level meter. Karena pengaruh kecepatan angin membuat nilai intensitas suara yang terukur tidak sesuai dengan intensitas suara dari sound level meter dank arena posisi tempat pengukuran yang terbuka seperti disekitar yang banyak tumbuhan dimana suara yang di uji banyak diserap oleh tumbuhan sehinnga pengukuran tidak maksimal. Berdasarkan beberapa faktor tersebut diketahui bahwa perjalanan suara berpengaruh dengan benda sekitar yang menyerap suara [2].

ii. METODE

Pada percobaan ini dibutuhkan alat dan bahan yaitu speaker, kabel penghubung, amplifier, busur, satu set sound level meter beserta alat kalibrasinya dan software pengatur frekuensi. Cara untuk melakukan percobaan ini yaitu pertama alat dan bahan disiapkan, lalu dirangkai seperti pada gambar berikut :
Description: SLM
Gambar 2.1 Rangkaian Percobaan
Sound level meter tidak ikut dihubungkan ke rangkaian karena sound level meter digunakan untuk mengukur besarnya kebisingan.
Setelah alat dirangkai, kemudian sound level meter yang akan digunakan dikalibrasi terlebih dahulu dengan alat kalibrator. Setelah itu rangkaian dinyalakan dan kebisingan speaker diukur dengan slm atau sound level meter setiap variasi. Kemudian intensitas kebisingan yang tertangkap oleh slm dicatat. Dalam percobaan ini digunakan variasi jarak, frekuensi dan sudut tanpa ada pengulangan. Disini jarak yang dipakai sebesar 100cm dan 140cm, variasi frekuensi 250Hz, 500Hz, 1000Hz dan 2000Hz dan variasi sudut diukur dari 00 hingga 3600 dengan pengukuran kelipatan 100.
Berdasarkan langkah langkah percobaan tentang yang dilakukan maka untuk mempermudah memahami langkah langkah tersebut dibuat flowchart sebagai berikut:



 






















































Gambar 2.2 Flowchart Percobaan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tujuan dari dilakukannya percobaan analisa keterarahan bunyi speaker dengan menggunkanan sound level meter ini yaitu untuk mencari keterarahan speaker. Pada percobaan ini dipakai 3 variasi yaitu jarak (100cm dan 140cm), frekuensi (250Hz, 500Hz, 1000Hz dan 2000Hz) dan sudut (00 hingga 3600 dengan kelipatan 100). Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka di dapatkan data hasil percobaan sebagai berikut:

Tabel 3.1 data hasil praktikum pada saat menggunakan jarak 140 cm
Sudut
Intensitas bunyi (dB)
250 Hz
500 Hz
1000 Hz
2000 Hz
0
100
108.2
94.6
93.6
10
97.9
112.9
90.9
91.6
20
91.2
111.3
93.1
91.4
30
101.6
103.7
90.8
95.2
40
106.1
107.3
92.4
96.3
50
112.3
107.7
91.7
99.9
60
111.1
108.9
94.8
96
70
108.6
98.2
89.4
95
80
109.9
100.6
98.3
98.5
90
111.3
107.8
99.9
92.6
100
105.1
110.5
99.3
91.2
110
110.9
109.6
97.6
93.9
120
111.2
106
92.6
96.9
130
109.3
111.4
99
96.3
140
110.3
106.2
93.3
90.1
150
103.4
111.2
95.8
92
160
98.4
110.4
94.1
91.6
170
97.7
113.6
95.2
86.8
180
92.6
105.8
95.5
91.8
190
101.5
103.6
88.5
82.9
200
91.8
108.3
97.1
89.3
210
97
105.3
93
87.7
220
106.3
102.6
88.4
77.8
230
108.3
103.2
89.2
75.3
240
105.6
103.3
73.1
72.3
250
104.3
105.2
91.8
84
260
105
103.3
82.2
74.8
270
107.1
91.3
95.7
92.3
280
107
97
88
89.9
290
104.4
96.8
83.3
84.5
300
105.4
96.5
91.9
90.4
310
104
89.7
98.5
85.5
320
99.3
102.3
95
91.6
330
96.8
102
93.9
86.4
340
102.1
105.8
82.6
86.6
350
97.2
99.6
90.4
90.8
360
101.1
107.1
92.4
89.1

Tabel 3.2 data hasil praktikum pada saat menggunakan jarak 100 cm
Sudut
Intensitas bunyi (dB)
250 Hz
500 Hz
1000 Hz
2000 Hz
0
98.2
112
96.8
94.8
10
102.7
113.1
89.9
94.4
20
106.5
100
87.7
95.6
30
106.6
110.9
89
95.2
40
97.3
113.3
102
92.4
50
97.9
113.6
102.2
93.3
60
98.5
110.3
90.6
98.7
70
99.9
114.1
89.7
99.5
80
104.2
112.8
97.5
89.5
90
108.5
115.1
96.9
92.1
100
109.2
112.7
100.6
88.5
110
100.8
108.9
89.9
92.9
120
104.8
110.9
97.9
87
130
105.7
112.4
99
89.5
140
107.1
108.4
103.3
92.7
150
106.2
112
100
98.1
160
109.8
114.5
93.9
92.2
170
107.6
111.7
103
94.8
180
106
112
93.6
92.3
190
88.9
105.4
80.9
70
200
84.8
102.3
88.4
91.7
210
100.5
108.9
97.7
88.8
220
107.2
104.8
101.3
86.6
230
104.3
100.7
96.4
85.1
240
104.6
110
90.7
84.7
250
105.8
97.2
87.7
85.6
260
105
94.6
92.9
87.6
270
108.2
100.5
84.5
80
280
108.5
100.1
97.5
81.1
290
107.9
109.4
94.9
81.8
300
108.8
106.8
88.9
85.2
310
103.6
90.3
91.7
83
320
104.7
105.8
97.9
92.2
330
89.3
109.1
76.7
78.5
340
86.3
102.5
81.2
91.5
350
100.3
100
88.9
88.6
360
98.7
101
91.9
92.2

Tabel 3.1 di atas menunjukkan nilai intensitas bunyi yang didapatkan pada setip 10O  pengukuran pada jarak 140cm dari speaker. Sedangkan pada table 3.2 menunjukkan nilai intensitas bunyi yang didapatkan pada setiap 10o pengukuran pada jarak 100 cm dari speaker. Dari data didapatkan dri kedua table tersebut diketahui bahwa data yang didapatkan hasilnya fluktuatif tergantung pada posisi derajat pengukuran. Hal tersebut dikarenakan suara dari speaker terhalang oleh sesuatu dan karena pada ruangan dimana dilakukan praktikum adalah ruang kedap suara yang dindingnya dilapisi oleh rockwoll sehingga adanya kemungkinan bunyi yang keluar dari speaker ada yang terserap sehingga intensitas bunyi yang terukur pun menurun. Selain itu, data intensitas bunyi yang didapatkan fluktuatif dapat disebabkan karena  kurang tepatnya pengkalibrasian  SLM (Sound Level Meter).
Berdasarkan data yang didapatkan pada kedua tabel tersebut juga diketahui bahwa intensitas bunyi saat pengukuran menggunakan frekuensi yang semakin tinggi intensitas bunyi dari speaker semakin menurun. Padahal jenis noise yang digunakan dalam praktikum ini adalah white noise. Yang mana seharusnya intensitas bunyi untuk semua frekuensi adalah sama.  Hal tersebut dikarenakan pada saat pengukuran, amplifier sedikit bermasalah  pada kabelnya sehingga bunyi yang keluar pada speaker terkadang sedikit cempreng, sehingga juga mempengaruhi intensitas bunyi yang keluar tersebut . Selain itu, pada dasarnya gelombang bunyi dengan frekuensi tinggi akan terserap oleh atmosfer lebih banyak dari pada gelombang frekuensi rendah sehingga nilai intensitas bunyi yang terukur pada SLM pun lebih rendah.
Dari data tersebut diketahui pula bahwa nilai intensitas tertinggi pada jarak 140 cm adalah sebesar 113,6 dB, sedangkan pada jarak 100 cm adalah sebesar 115,1 dB. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin jauh jarak suatu benda dari sumber bunyi maka intensitas bunyi yang diterima benda itu juga semakin kecil. Selain itu dari data tersebut, nilai intensitas pada sudut dimana arah speaker dihadapkan nilainya lebih besar dibandingkan pada sudut dimana arah speaker tidak di hadapkan secara langsung. Dimana dalam praktikum ini speaker dihadapkan pada arah sudut 90o.
Data pada table 3.1 dan 3.2 diatas apabila disajikan dalam grafik adalah sebagai berikut:

Gambar 3.1 Grafik perbandingan antara sudut pengukuran dengan intensitas bunyi speaker pada saat pengukuran dengan jarak 140 cm

Gambar 3.2  Grafik perbandingan antara sudut pengukuran dengan intensitas bunyi speaker pada saat pengukuran dengan jarak 100 cm

IV. KESIMPULAN

Percobaan analisa keterarahan speaker dengan sound level meter ini bertujuan untuk mencari keterarahan bunyi speaker. Intensitas bunyi pada percobaan ini bersifat fluktuatif. Berdasarkan grafik dan data yang didapatkan dapat disimpulkan bahwa  semakin besar frekuensi maka intensitas bunyi semakin kecil dan semakin jauh jarak suatu benda dari sumber bunyi maka intensitas bunyi yang diterima benda itu juga semakin kecil..  Hal yang mempengaruhi hasil percobaan yaitu kestabilan bunyi speaker, adanya bahan yang bersifat menyerap suara dan pengkalibrasian SLM (Sound Level Meter).
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada asisten laboratorium akustik dan kepada rekan satu tim atas kerjasamanya yang telah bersedia membantu baik pada saat sebelum dilaksanakannya percobaan maupun pada saat sesudahnya hingga laporan ini dapat terselesaikan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
[1]     Emil Salim, 2002. Green Company. Pedoman Pengelolaan Lingkungan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja, PT. Astra International Tbk, Jakarta.
[2]     http://ilmubawang.blogspot.com/2011/06/artikel-sound-level-meter_11.html (diakses pada 30 september 2014)
[3]     Legoh,Finarya.“Pengenalan  Akustik Ruang dan Lingkungan“. Jakarta : Jurusan Arsitektur  FTUI
[4]     Satwiko,Prasasto.”Fisika Bangunan ed 1.” 2008. Yogyakarta :  Penerbit Andy
[5]     Suyatno, M.Si , Dra. Lea Prasetio, MSc, Fariz Farianto, “Hubungan Antara Speech Intelligibiity Suara Wanita Dan Tingkat Tekanan Bunyi Background Noise”, ITS Undergraduate-16992-Paper-487087,Surabaya






Tidak ada komentar:

Posting Komentar