ANALISA
KETERARAHAN SPEAKER DENGAN MENGGUNAKAN SOUND LEVEL METER
|
Seni Ramadhanti S, M.Syarifuddin, Prof. Bagus Jaya S
Jurusan Fisika, Fakultas MIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Jl. AriefRahman Hakim, Surabaya 60111
E-mail: ramadhanti.seni12@mhs.physics.its.ac.id |
Abstrak— Telah dilakukan percobaan mengenai analisa keterarahan
bunyi speaker dengan menggunakan sound level meter. Tujuan dari dilakukannya percobaan analisa
keterarahan bunyi speaker dengan menggunkanan
sound level meter ini yaitu untuk mengetahui keterarahan bunyi speaker. Pada percobaan ini dipakai 3 variasi
yaitu jarak (100cm dan 140cm), frekuensi (250Hz, 500Hz, 1000Hz dan 2000Hz)
dengan sumber bunyi yang digunakan bertipe white noise dan sudut (00 hingga 3600
dengan kelipatan 100). Dalam praktikum analisa
keterarahan bunyi speaker dengan menggunakan sound level meter ini, yang
dilakukan adalah mengukur intensitas bunyi dari speaker dengan menggunakan
sound level meter pada sudut 0o dari speaker yang kemudian nantinya
dilakuan variasi pengambilan data pada setiap kelipatan sudut 10o. Berdasarkan
grafik dan data yang didapatkan dapat disimpulkan bahwa semakin besar frekuensi maka intensitas bunyi
semakin kecil dan semakin jauh jarak suatu benda dari sumber bunyi maka
intensitas bunyi yang diterima benda itu juga semakin kecil.. Hal yang mempengaruhi hasil percobaan yaitu
kestabilan bunyi speaker, adanya bahan yang bersifat menyerap suara dan
pengkalibrasian SLM (Sound Level Meter).
Kata Kunci— bunyi, intensitas, keterarahan,
sound level meter, speaker
S
|
I.
PENDAHULUAN
peaker merupakan suatu alat
elektronika yang mengubah sinyal listrik yang sudah diperkuat oleh power
amplifier menjadi energi suara yang kita dengarkan. Dalam kehidupan sehari –
hari speaker banyak sekali digunakan sebagai pengeras suara misalnya dalam
acara seminar dan konser pada acara
tersebut tata letak penempatan speaker juga harus diperhatikan.Untuk
mendapatkan tata letak penempatan speaker yang tepat maka perlu dilakukan
penelitian mengenai keterarahan persebaran bunyi dari speaker tersebut. Dimana
keterarahan disini adalah karakteristik bagaimana sebuah speaker dapat
memancarkan bunyi kearah yang berbeda – beda. Praktikum ini menguji bagaimana persebaran intensitas bunyi speaker pada beberapa sudut
pendengaran yang diukur ditempat bebas
pantulan menggunakan sebuah speaker uji dengan frekuensi tertentu dan alat ukur
Sound Level Meter (SLM).
1. Bunyi
Gelombang bunyi
dapat merambat langsung melalui udara dan sumbernya ke telinga manusia. Selain
itu, sebelum sampai ke telinga manusia , selombang bunyi dapat juga terpantul
pantul terlebih dahulu oleh permukaan bangunan, menembus dinding , atau
merambat melalui struktur bangunan. Perjalanan bunyi dari sumber ke telinga
akan sangat menentukan karakter (kualitas dan kuantitas) bunyi tersebut. Oleh
karena itu tata letak sumber bunyi menjadi sangat penting untuk mendukung
pengolahan bunyi agar sesuai dengan penerima bunyi. Sumber bunyi dapat berupa
benda bergatar misalnya tali suara manusia, senar gitar , loudspeaker dll[4].
Kualitas
bunyi ditentukan oleh frekuensi
dan intensitasnya. Frekuensi suara dinyatakan dengan jumlah getaran tiap detik,
atau Hertz (Hz). Sedang intensitas bunyi merupakan besarnya tekanan suara, yang
dalam pengukuran sehari-hari dinyatakan dalam perbandingan logaritmis dan menggunakan
satuan desibel (dB)[1].
Bunyi merupakan
gelombang longitudinal dimana merupakan gelombang mekanik yang arah
perambatannya sejajar dengan arah getarnya. Syarat terjadinya bunyi yaitu harus
ada sumber bunyi, ada medium atau perantara, dan harus ada pendengar.
Macam-macam bunyi berdasarkan frekuensinya yaitu gelombang infrasonik,
gelombang audiosonik, dan gelombang ultrasonik.
a. Infrasonik
Bila
suara dengan gelombang antara 0-16 Hz. Infrasonik tidak dapat didengar oleh
telinga manusia dan biasanya ditimbulkan oleh getaran tanah dan bangunan.
Frekuensi < 16 Hz akan mengakibatkan perasaan kurang nyaman, lesu, dan
kadang-kadang perubahan penglihatan.
b. Sonik
Bila
gelombang suara antara 16-20.000 Hz. Merupakan frekuensi yang dapat ditangkap
oleh telinga manusia. Bunyi dengan frekuensi 250-3.000 Hz sangat penting,
karena frekuensi tersebut manusia dapat mengadakan komunikasi dengan normal.
c. Ultrasonik
Bila
gelombang lebih dari 20.000 Hz, sering digunakan dalam bidang kedokteran,
seperti untuk penghancuran batu ginjal, pembedahan katarak, karena dengan
frekuensi yang tingggi, bunyi mempunyai daya tembus jaringan yang cukup besar,
sedangkan suara dengan frekuensi sebesar ini tidak dapat didengar oleh suara
manusia[1].
Bunyi
merupakan kumpulan dari sinyal
acak yang memiliki karakteristik
fisis tertentu bergantung pada
sumber bunyi itu sendiri.
Salah satu karakteristik
fisis bunyi adalah bentuk
spektrum bunyi. Dalam
ilmu akustik, dibuat bermacam-macam sumber bunyi dan dinamakan warna bunyi. Ada banyak
kebisingan berdasarkan
spektrumnya, diantaranya White
noise, Pink noise, Brown(ian)
noise, Blue noise,
Violet noise, Grey noise,
dan Miscellanea.
1. White Noise
White noise
adalah bunyi yang
tingkat intensitasnya sama pada
semua frekuensi. Bunyi yang
terdengar seperti desis ini biasanya digunakan
untuk membuat sirine
sepeda motor.
2. Pink Noise
Pink noise
adalah bunyi yang
tingkat intensitas pada frekuensi
pita oktafnya menurun sebesar
3 dB. Pink noise memiliki distribusi daya
yang sama untuk
setiap oktaf, sehingga daya
antara 0,5 Hz dan 1 Hz adalah sama
seperti antara 5.000
Hz dan 10.000
Hz. Oktaf adalah adalah
suatu kenaikan tingkatan nada dalam jarak interval
∆f=f2-f1=2f1.
Beberapa peneliti
mengatakan bahwa bunyi ini banyak
terjadi dimana-mana. Bunyi pink
noise sering muncul
dalam sistem fisis maupun biologis pada peralatan
elektronik dan bunyi detak jantung.
3.Brown Noise
Brown Noise (ditemukan
oleh Robert Brown) atau
Red Noise ini merupakan
bunyi yang intensitas bunyi
pada tiap frekuensi
pita oktafnya menurun sebesar
6 dB. Bunyinya terdengar seperti
deru bunyi air
terjun atau hujan dengan level
rendah[5].
2. Keterarahan Sumber Bunyi
Sumber suara (getaran) memancarkan energi ke
arah yang menjauhi sumber tersebut. Daya akustik yang dimiliki oleh sumber
tersebut dinyatakan dalam besaran watt. Jika sumber tersebut adalah sumber
titik maka berarti sumber tersebut memancarkan energi suara yang sama ke segala
arah, sehingga bidang propogasi gelombang suara yang terjadi adalah bidang bola[4].
Sumber bunyi memancarkan gelombangnya ke segala arah (omni-directional) dalam daerah yang
tidak ada permukaan pantulnya, namun
intensitas bunyi yang dipancarkan pada salah satu arah dapat menjadi
sangat nyata / lemah, tergantung dari medium dan penghalangnya (termasuk
refleksi dan absorbsi). Pola pemancaran akan
berubah sejalan dengan frekuensinya [3].
3. Sound level meter
Sound Level Meter adalah suatu alat yang digunakan
untuk pengukuran suatu intensitas suara. Dalam menggunakan alat Sound Level
Meter ini untuk pengukuran taraf intensitas bunyi dapat menggunakan sumber
suara dari sirine secara. Membunyikan sirine ini dapat dengan cara memberikan
variasi tegangan yang diberikan untuk sirine tersebut, sehingga berdengung
keras atau kecilnya suara yang dihasilkan oleh sirine bergantung pada tegangan
yang diberikan untuk sirine tersebut. Untuk menggunakannya, sirine diletakkan
pada suatu titik, dan Sound Level Meter diletakkan pada jarak yang ditentukan
dari arah yang berhadapan dengan Sound Level Meter tersebut. Pada saat sirine
dibunyikan, Sound Level Meter akan mencatat Intensitas bunyi dari sirine
tersebut[2].
Sound Level Meter ini digunakan untuk mengukur tingkat suara dalam
desibel (dB). Sound Level Meter memiliki sebuah panel LCD, yang merupakan
perangkat yang berdiri sendiri dan digunakan untuk pembacaan pada alat ini.
Pengukuran dengan menggunakan sound level meter ini biasanya digunakan dalam
studi polusi suara untuk kuantifikasi kebisingan, tapi terutama untuk industri,
lingkungan dan kebisingan pesawat[2].
Ada beberapa faktor yang menjadi pengaruh dalam pengukuran
menggunakan sound level meter ini hal tersebut membuat gelombang suara yang
terukur bisa jadi tidak sama dengan nilai intensitas gelombang suara
sebenarnya. faktor tesebut antara lain adalah karenaAdanya angin yang bertiup
dari berbagai arah menyebabkan tidak akuratnya nilai yang terukur oleh sound
level meter. Karena pengaruh kecepatan angin membuat nilai intensitas suara
yang terukur tidak sesuai dengan intensitas suara dari sound level meter dank
arena posisi tempat pengukuran yang terbuka seperti disekitar yang banyak
tumbuhan dimana suara yang di uji banyak diserap oleh tumbuhan sehinnga
pengukuran tidak maksimal. Berdasarkan beberapa faktor tersebut diketahui bahwa
perjalanan suara berpengaruh dengan benda sekitar yang menyerap suara [2].
ii. METODE
Pada percobaan ini
dibutuhkan alat dan bahan yaitu speaker, kabel penghubung, amplifier, busur,
satu set sound level meter beserta alat kalibrasinya dan software pengatur
frekuensi. Cara untuk melakukan percobaan ini yaitu pertama alat dan bahan disiapkan,
lalu dirangkai seperti pada gambar berikut :
Gambar 2.1 Rangkaian Percobaan
Sound level meter
tidak ikut dihubungkan ke rangkaian karena sound level meter digunakan untuk
mengukur besarnya kebisingan.
Setelah alat
dirangkai, kemudian sound level meter yang akan digunakan dikalibrasi terlebih
dahulu dengan alat kalibrator. Setelah itu rangkaian dinyalakan dan kebisingan
speaker diukur dengan slm atau sound level meter setiap variasi. Kemudian
intensitas kebisingan yang tertangkap oleh slm dicatat. Dalam percobaan ini
digunakan variasi jarak, frekuensi dan sudut tanpa ada pengulangan. Disini
jarak yang dipakai sebesar 100cm dan 140cm, variasi frekuensi 250Hz,
500Hz, 1000Hz dan 2000Hz dan
variasi sudut diukur dari 00
hingga 3600 dengan pengukuran kelipatan 100.
Berdasarkan langkah langkah percobaan
tentang yang dilakukan maka untuk mempermudah memahami langkah langkah tersebut
dibuat flowchart sebagai berikut:
Gambar 2.2 Flowchart Percobaan
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tujuan dari dilakukannya percobaan analisa
keterarahan bunyi speaker dengan menggunkanan
sound level meter ini yaitu untuk mencari keterarahan speaker.
Pada percobaan ini dipakai 3 variasi yaitu jarak (100cm dan 140cm), frekuensi
(250Hz, 500Hz, 1000Hz dan 2000Hz) dan sudut (00 hingga 3600
dengan kelipatan 100). Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan, maka di dapatkan data hasil percobaan sebagai
berikut:
Tabel 3.1 data
hasil praktikum pada saat menggunakan jarak 140 cm
Sudut
|
Intensitas bunyi (dB)
|
|||
250 Hz
|
500 Hz
|
1000 Hz
|
2000 Hz
|
|
0
|
100
|
108.2
|
94.6
|
93.6
|
10
|
97.9
|
112.9
|
90.9
|
91.6
|
20
|
91.2
|
111.3
|
93.1
|
91.4
|
30
|
101.6
|
103.7
|
90.8
|
95.2
|
40
|
106.1
|
107.3
|
92.4
|
96.3
|
50
|
112.3
|
107.7
|
91.7
|
99.9
|
60
|
111.1
|
108.9
|
94.8
|
96
|
70
|
108.6
|
98.2
|
89.4
|
95
|
80
|
109.9
|
100.6
|
98.3
|
98.5
|
90
|
111.3
|
107.8
|
99.9
|
92.6
|
100
|
105.1
|
110.5
|
99.3
|
91.2
|
110
|
110.9
|
109.6
|
97.6
|
93.9
|
120
|
111.2
|
106
|
92.6
|
96.9
|
130
|
109.3
|
111.4
|
99
|
96.3
|
140
|
110.3
|
106.2
|
93.3
|
90.1
|
150
|
103.4
|
111.2
|
95.8
|
92
|
160
|
98.4
|
110.4
|
94.1
|
91.6
|
170
|
97.7
|
113.6
|
95.2
|
86.8
|
180
|
92.6
|
105.8
|
95.5
|
91.8
|
190
|
101.5
|
103.6
|
88.5
|
82.9
|
200
|
91.8
|
108.3
|
97.1
|
89.3
|
210
|
97
|
105.3
|
93
|
87.7
|
220
|
106.3
|
102.6
|
88.4
|
77.8
|
230
|
108.3
|
103.2
|
89.2
|
75.3
|
240
|
105.6
|
103.3
|
73.1
|
72.3
|
250
|
104.3
|
105.2
|
91.8
|
84
|
260
|
105
|
103.3
|
82.2
|
74.8
|
270
|
107.1
|
91.3
|
95.7
|
92.3
|
280
|
107
|
97
|
88
|
89.9
|
290
|
104.4
|
96.8
|
83.3
|
84.5
|
300
|
105.4
|
96.5
|
91.9
|
90.4
|
310
|
104
|
89.7
|
98.5
|
85.5
|
320
|
99.3
|
102.3
|
95
|
91.6
|
330
|
96.8
|
102
|
93.9
|
86.4
|
340
|
102.1
|
105.8
|
82.6
|
86.6
|
350
|
97.2
|
99.6
|
90.4
|
90.8
|
360
|
101.1
|
107.1
|
92.4
|
89.1
|
Tabel 3.2 data
hasil praktikum pada saat menggunakan jarak 100 cm
Sudut
|
Intensitas bunyi (dB)
|
|||
250 Hz
|
500 Hz
|
1000 Hz
|
2000 Hz
|
|
0
|
98.2
|
112
|
96.8
|
94.8
|
10
|
102.7
|
113.1
|
89.9
|
94.4
|
20
|
106.5
|
100
|
87.7
|
95.6
|
30
|
106.6
|
110.9
|
89
|
95.2
|
40
|
97.3
|
113.3
|
102
|
92.4
|
50
|
97.9
|
113.6
|
102.2
|
93.3
|
60
|
98.5
|
110.3
|
90.6
|
98.7
|
70
|
99.9
|
114.1
|
89.7
|
99.5
|
80
|
104.2
|
112.8
|
97.5
|
89.5
|
90
|
108.5
|
115.1
|
96.9
|
92.1
|
100
|
109.2
|
112.7
|
100.6
|
88.5
|
110
|
100.8
|
108.9
|
89.9
|
92.9
|
120
|
104.8
|
110.9
|
97.9
|
87
|
130
|
105.7
|
112.4
|
99
|
89.5
|
140
|
107.1
|
108.4
|
103.3
|
92.7
|
150
|
106.2
|
112
|
100
|
98.1
|
160
|
109.8
|
114.5
|
93.9
|
92.2
|
170
|
107.6
|
111.7
|
103
|
94.8
|
180
|
106
|
112
|
93.6
|
92.3
|
190
|
88.9
|
105.4
|
80.9
|
70
|
200
|
84.8
|
102.3
|
88.4
|
91.7
|
210
|
100.5
|
108.9
|
97.7
|
88.8
|
220
|
107.2
|
104.8
|
101.3
|
86.6
|
230
|
104.3
|
100.7
|
96.4
|
85.1
|
240
|
104.6
|
110
|
90.7
|
84.7
|
250
|
105.8
|
97.2
|
87.7
|
85.6
|
260
|
105
|
94.6
|
92.9
|
87.6
|
270
|
108.2
|
100.5
|
84.5
|
80
|
280
|
108.5
|
100.1
|
97.5
|
81.1
|
290
|
107.9
|
109.4
|
94.9
|
81.8
|
300
|
108.8
|
106.8
|
88.9
|
85.2
|
310
|
103.6
|
90.3
|
91.7
|
83
|
320
|
104.7
|
105.8
|
97.9
|
92.2
|
330
|
89.3
|
109.1
|
76.7
|
78.5
|
340
|
86.3
|
102.5
|
81.2
|
91.5
|
350
|
100.3
|
100
|
88.9
|
88.6
|
360
|
98.7
|
101
|
91.9
|
92.2
|
Tabel 3.1 di
atas menunjukkan nilai intensitas bunyi yang didapatkan pada setip 10O pengukuran pada jarak 140cm dari speaker.
Sedangkan pada table 3.2 menunjukkan nilai intensitas bunyi yang didapatkan
pada setiap 10o pengukuran pada jarak 100 cm dari speaker. Dari data
didapatkan dri kedua table tersebut diketahui bahwa data yang didapatkan hasilnya
fluktuatif tergantung pada posisi derajat pengukuran. Hal tersebut dikarenakan
suara dari speaker terhalang oleh sesuatu dan karena pada ruangan dimana
dilakukan praktikum adalah ruang kedap suara yang dindingnya dilapisi oleh
rockwoll sehingga adanya kemungkinan bunyi yang keluar dari speaker ada yang
terserap sehingga intensitas bunyi yang terukur pun menurun. Selain itu, data
intensitas bunyi yang didapatkan fluktuatif dapat disebabkan karena kurang tepatnya pengkalibrasian SLM (Sound Level Meter).
Berdasarkan data
yang didapatkan pada kedua tabel tersebut juga diketahui bahwa intensitas bunyi
saat pengukuran menggunakan frekuensi yang semakin tinggi intensitas bunyi dari
speaker semakin menurun. Padahal jenis noise yang digunakan dalam praktikum ini
adalah white noise. Yang mana seharusnya intensitas bunyi untuk semua frekuensi
adalah sama. Hal tersebut dikarenakan
pada saat pengukuran, amplifier sedikit bermasalah pada kabelnya sehingga bunyi yang keluar pada
speaker terkadang sedikit cempreng, sehingga juga mempengaruhi intensitas bunyi
yang keluar tersebut . Selain itu, pada dasarnya gelombang bunyi dengan
frekuensi tinggi akan terserap oleh atmosfer lebih banyak dari pada gelombang
frekuensi rendah sehingga nilai intensitas bunyi yang terukur pada SLM pun
lebih rendah.
Dari data
tersebut diketahui pula bahwa nilai intensitas tertinggi pada jarak 140 cm
adalah sebesar 113,6 dB, sedangkan pada jarak 100 cm adalah sebesar 115,1 dB.
Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin jauh jarak suatu benda dari sumber bunyi
maka intensitas bunyi yang diterima benda itu juga semakin kecil. Selain itu
dari data tersebut, nilai intensitas pada sudut dimana arah speaker dihadapkan
nilainya lebih besar dibandingkan pada sudut dimana arah speaker tidak di
hadapkan secara langsung. Dimana dalam praktikum ini speaker dihadapkan pada
arah sudut 90o.
Data pada table
3.1 dan 3.2 diatas apabila disajikan dalam grafik adalah sebagai berikut:
Gambar 3.1
Grafik perbandingan antara sudut pengukuran dengan intensitas bunyi speaker
pada saat pengukuran dengan jarak 140 cm
Gambar
3.2 Grafik perbandingan antara sudut
pengukuran dengan intensitas bunyi speaker pada saat pengukuran dengan jarak
100 cm
IV. KESIMPULAN
Percobaan analisa
keterarahan speaker dengan sound level meter ini bertujuan untuk mencari
keterarahan bunyi speaker. Intensitas bunyi pada percobaan ini bersifat
fluktuatif. Berdasarkan grafik dan data yang didapatkan dapat disimpulkan
bahwa semakin besar frekuensi maka
intensitas bunyi semakin kecil dan semakin jauh jarak suatu benda dari sumber
bunyi maka intensitas bunyi yang diterima benda itu juga semakin kecil.. Hal yang mempengaruhi hasil percobaan yaitu
kestabilan bunyi speaker, adanya bahan yang bersifat menyerap suara dan
pengkalibrasian SLM (Sound Level Meter).
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada asisten laboratorium akustik dan kepada rekan satu tim
atas kerjasamanya yang telah bersedia membantu baik pada saat sebelum dilaksanakannya
percobaan maupun pada saat sesudahnya hingga laporan ini dapat terselesaikan
dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Emil Salim, 2002. Green
Company. Pedoman Pengelolaan Lingkungan, Keselamatan dan Kesehatan
Kerja, PT. Astra International Tbk, Jakarta.
[2] http://ilmubawang.blogspot.com/2011/06/artikel-sound-level-meter_11.html
(diakses pada 30 september 2014)
[3] Legoh,Finarya.“Pengenalan Akustik Ruang dan Lingkungan“. Jakarta :
Jurusan Arsitektur FTUI
[4] Satwiko,Prasasto.”Fisika
Bangunan ed 1.” 2008. Yogyakarta : Penerbit
Andy
[5] Suyatno,
M.Si , Dra. Lea Prasetio, MSc, Fariz Farianto, “Hubungan Antara Speech
Intelligibiity Suara Wanita Dan Tingkat Tekanan Bunyi Background Noise”, ITS Undergraduate-16992-Paper-487087,Surabaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar