Minggu, 22 Desember 2013

Lapres Spektrometer Full



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LatarBelakang
Dalam kehidupan sehari-hari, tentunya tak lepas dari pengaruh cahaya. Terdapat dua macam cahaya yaitu cahaya polikromatik dan monokromatik. Pada cahaya polikromatik yaitu cahaya yang memiliki banyak warna. Selain itu, cahaya juga memiliki sifat-sifat seperti gelombang, yaitu seperti difraksi dan interferensi. Difraksi adalah gejala penyebaran arah yang dilalui oleh seberkas gelombang cahaya ketika melalui celah sempit. Untuk mengamati garis spektrum warna yang terbentuk, maka digunakanlah alat spektrometer.
            Spektrometer adalah alat optik yang digunakan untuk mengamati dan mengukur sudut deviasi cahaya datang karena pembiasan dan dispersi. Dengan menggunakan Hukum Snellius, indeks bias dari kaca prisma untuk panjang gelombang tertentu atau warna tertentu dapat ditentukan.
            Pada praktikum spektrometer ini, para praktikan diharapkan dapat mempelajari teori spektrometer prisma dengan pendekatan eksperimental, dapat menentukan indeks bias prisma kaca dan panjang gelombang dengan menggunakan prisma yang telah dikalibrasi. Praktikan juga diharapkan dapat mengamati spektrum warna cahaya dari panjang gelombang tertentu.
1.2  Rumusan Masalah
            Permasalahan yang muncul dalam percobaan spektrometer ini yaitu bagaimana cara mempelajari teori spektrometer prisma dengan pendekatan eksperimental, bagaimana cara mengamati spektrum warna cahaya dari panjang gelombang tertentu, dan berapa indeks bias prisma kaca, serta berapa panjang gelombang yang terjadi dengan menggunakan prisma yang telah dikalibrasi.
1.3   Tujuan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah sebagai untuk mempelajari teori spektrometer prisma dengan pendekatan eksperimental, mengamati spektrum warna cahaya dari panjang gelombang tertentu, mengetahui besarnya indeks bias prisma kaca, dan besarnya panjang gelombang yang terjadi dengan menggunakan prisma yang telah dikalibrasi.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Spektrometer
Spektrometer adalah alat untuk mengukur panjang gelombag dengan akurat dengan menggunakan kisi difraksi, atau prisma untuk memisahkan panjang gelombang cahaya yang berbeda. Prinsip kerja dari Spektrometer adalah cahaya didatangkan lewat celah sempit yang disebut kolimator. Kolimator ini merupakan fokus lensa, sehingga cahaya yang diteruskan akan bersifat sejajar. Cahaya sejajar, kemudian diteruskan ke kisi untuk kemudian ditangkap oleh telescop yang posisinya dapat digerakkan. Perbedaan dari indeks bias dari tiap-tiap zat atau bahan menjelaskan perbandingan kecepatan cahaya saat di medium pertama dengan medium kedua. Indeks bias ini sangat dibutuhkan untuk eksperimen-eksperimen berikutnya yang membutuhkan pengetahuan dari bahan apa yang dapat digunakan untuk melewatkan suatu cahaya menjadi terdispersi menjadi cahaya-cahaya yang lain, yang pada akhirnya dapat menentukan panjang gelombang hasil dispersi(Soedojo, Peter. 1992).
Kegunaan penting dari spektrometer adalah untuk identifikasikan atom atau molekul . Ketika gas dipanaskan atau arus listrik yang besar melewatinya, gas tersebut memancarkan spektrum garis karakteristik. Artinya hanya cahaya dengan panjang gelombang diskrit tertentu yang dipancarkan dan ini berbeda untuk unsur dan senyawa yang berbeda. (Young, D Hough, Roger A Freedman.1999).
2.2  Deviasi pada Prisma
Prisma merupakan alat optik yang memiliki dua bidang pembias yang tidak paralel dan membentuk sudut tertentu. Cahaya yang datang dan melalui prisma arah rambatannya akan diubah oleh prisma. Perubahan arah rambat cahaya disebut deviasi cahaya. Apabila semaka keduanya akan berpotongan di suatu titik dan membentuk sudut yang dinamakan sudut deviasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sudut deviasi adalah sudut apit yang dibentuk oleh perpanjangan sinar datang mula-mula dengan sinar akhir dalam prisma. Deviasi dengan nilai paling kecil atau sudut deviasi minimum, terjadi pada saat sudut datang sama dengan sudut bias. Dengan demikian deviasi minimum terjadi pada saat cahaya melalui prisma secara simetris.( Sears, Zemansky. 2001)
2.3  Dispersi cahaya polikromatik pada prisma
Prisma merupakan suatu benda transparan yang terbuat dari kaca. Kegunaan utama dari prisma pembias adalah mendispersikan cahaya yang melewatinya. Prisma dapat menguraikan suatu cahaya polikromatik.
Gambar 1 Pembiasan pada prisma
Gambar diatas menggambarkan seberkas cahaya melewati sebuah prisma. Prisma tersebut dalam dua dimensi. Sisi dimana terdapat sinar datang dan keluar dinamakan rusuk pembias(β). Gambar tersebut memperlihatkan bahwa berkas sinar dalam prisma mengalami dua kali pembiasan. Suatu sinar masuk prisma melalui rusuk pembias kiri. Begitu memasuki prisma akan dibiaskan mendekati garis normal, hal ini terjadi karena sianr datang dari optis kurang rapat menuju ke optis yang lebih rapat. Didalam prisma sianr meneruskan perjalanannya dan keluar melalui rusuk pembias sebelah kanan. Ketika keluar prisma sinar juga akan dibiaskan, kali ini sianr dibiaskan menjauhi garis normal, hal ini terjadi karena sianr datang dari optis yang lebih rapat menuju ke optis yang kurang rapat. Sudut yang dibentuk antara arah sinar datang dengan arah sinar yang meninggalkan prisma disebut dengan sudut deviasi.
Cahaya polikromatik adalah cahaya yang terdiri dari berbagai macam warna. Misalnya warna putih terdiri dari warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Warna-warna cahaya hasil proses dispersi disebut spectrum warna. Sedangkan cahaya monokromatik adalah cahaya dengan warna tunggal, sehingga tidak dapat diuraikan walaupun telah melalui proses dispersi. Dispersi dapat terjadi karena tiap-tiap warna dalam sebuah spectrum warna mempunyai panjang gelombang yang berbeda-beda. Oleh karena itu, masing-masing panjang gelombang memiliki panjang gelombang kecepatan dalam suatu medium juga berbeda. Hal ini berarti bahwa cahaya putih yang terdiri dari berbagai macam panjang gelombang akan diuraikan menjadi komponen-komponen warna yang sesuai dengan panjang gelombangnya. Pada penguraian cahaya dalam spectrum warna yang paling atas dan muncul pertama kali adalah warna merah, ini dikarenakan warna merah adalah warna dengan panjang gelombang paling besar. Sedangkan spectrum warna paling bawah dan paling terakhir munculnya adalah warna ungu, ini disebabkan karena warna ungu mempunyai panjang gelombang paling kecil. Dengan panjang gelombang yang berbeda maka setiap warna mempunyai sudut deviasi yang berbeda-beda ( Sears, Zemansky. 2001).
2.5  Hukum Snellius
Hukum refleksi dan hukum refraksi mengenai arah sinar masuk, sinar yang direfleksikan, dan sinar yang direfraksikan pada antar muka yang halus diantara dua material optik ialah:
1.   Sinar yang masuk, sinar yang direfleksikan, dan sinar yang direfraksikan dan normal terhadap permukaan semuanya terletak pada bidang yang sama
2.   Sudut refleksi θr sama dengan sudut masuk θa untuk semua panjang gelombang dan untuk setiap pasangan material
3.   Untuk cahaya monokromatik dan untuk sepasang material yang diberikan, a dan b, pada sisi-sisi yang berlawanan dari antar muka itu, rasio dari sinus sudut θa dan θb, dimana kedua sudut itu diukur dari normal terhadap permukaan, sama dengan kebalikan dari rasio kedua indeks refraksi :
Persamaan ini dinamakan hukum refraksi atau hukum Snellius. Persamaan ini memperlihatkan bahwa apabila sebuah sinar lewat dari satu material (a) ke dalam material lain (b) yang mempunyai indeks refraksi yang lebih besar (nb> na) dan karena itu maka laju gelombang dalam material itu lebih lambat, maka sudut θb, dengan normal lebih kecil dalam material kedua dari pada sudut θa dalam material pertama, maka sianr itu dibelokkan mendekati normal. Apabila material kedua itu mempunyai indeks refraksi yang lebih kecil dari pada material pertama (nb< na) dank arena itu maka laju gelombang dalam material itu lebih cepat , maka sinar itu dibelokkan menjauhi normal (Sears, Zemansky. 2001).
2.6  Dispersi
Cahaya putih biasa merupakan superposisi dari gelombang-gelombang dengan panjang gelombang yang membentang melalui seluruh spectrum tampak. Laju cahaya dalam ruang hampa adalah sama untuk semua panjang gelombang, tetapi laju cahaya tersebut dalam zat material berbeda untuk panjang gelombang yang berbeda. Maka indeks refraksi sebuah material bergantung pada panjang gelombang. Kebergantungan laju gelombang dan indeks refraksi pada panjang gelombang dinamakan dispersi.
Gambar 3. Dispersi cahaya oleh sebuah prisma
Gambar 3 diatas memperlihatkan sebuah cahaya putih yang masuk pada sebuah prisma. Deviasi(perubahan arah) yang dihasilkan oleh prisma itu bertambah dengan indeks refraksi dan frekuensi yang semakin bertambah dan panjang gelombang yang semakin berkurang. Cahaya violet merupakan cahaya yang paling banyak dideviasikan dan cahaya merah paling sedikit dideviasikan, warna-warna lain berada diantaranya. Ketika cahaya keluar dari prisma, cahaya tersebar ke dalam sebuah berkas.  Cahaya itu dikatakan terdispersi ke dalam sebuah spectrum. Banyaknya dispersi bergantung pada beda antara indeks-indeks refraksi untuk cahaya violet dan cahaya merah (Sears, Zemansky. 2001).
Nilai indeks bias pada prisma dapat dihitung menggunakan persamaan berikut ini :
dimana  merupakan sudut puncak prisma dan  adalah sudut deviasi.

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN 
3.1  Alat dan Bahan
            Peralatan dan bahan yang digunakan dalam percobaan “Spektrometer” adalah satu set spektrometer (prisma, teleskop, dan kolimator), lampu gas helium, lampu gas neon, step up dan step down transformer, penggaris, dan power supply. 
3.3  Cara Kerja
Pertama-tama yang dilakukan dalam percobaan ini yaitu peralatan dirangkai seperti pada gambar (3.2) kemudian lampu gas helium dipasang pada sistem tegangan tinggi. Lalu setelah lampu terpasang barulah rangkaian disambungkan ke PLN. Kemudian letak lampu diatur dibelakang kolimator hingga sinar dari lampu dapat sampai ke prisma. Kemudian focus teropong diatur agar dapat melihat benda di tak terhingga. Lalu posisi dari kolimator diatur agar spektrum cahaya yang terlihat pada celah kolimator dengan cukup tajam dan spektrum tampak bersama-sama dengan pembagian skala. Lalu ditentukan besar sudut pelurus pada kolimator yang ditunjukkan pada skala vernier dengan teleskop. Kemudian ditentukan besar sudut deviasi yang ditunjukkan pada skala vernier pada setiap warna yang terlihat. Setelah itu dilakukan percobaan serupa dengan menggunakan variasi lampu neon dengan urutan langkah kerja yang sama.      
BAB IV                         
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisa Data
   Percobaan spektrometer ini didapatkan beberapa data yaitu sudut pelurus kolimator, sudut puncak prisma, sudut deviasi, dan spektrum warna yang terbentuk dari gas gas helium dan lampu gas neon. Dari percobaan, diketahui sudut  puncak prisma adalah 60° dan sudut pelurus kolimator adalah 290°.  Data yang diperoleh dari percobaan ditunjukkan pada tabel 4.1 dan 4.2. Berikut ini gambar spectrum warna dari lampu gas helium dan neon (gambar 4.1 dan 4.2).
Tabel 4.1 Data sudut deviasi pada lampu Gas Helium
warna
Sudut deviasi (
1
2
3
merah 1
79,5
79,5
79,5
merah 2
80,1
80,1
80,1
kuning 1
80,2
80,2
80,2
kuning 2
81,0
81,0
81,0
hijau 1
81,7
81,3
81,4
hijau 2
82,6
82,6
82,6
biru 1
82,7
82,7
82,7
biru 2
83,0
83,1
83,1
ungu 1
83,4
83,4
83,4
ungu 2
83,8
83,8
83,9
Tabel 4.2 Data sudut deviasi pada lampu Gas Neon
warna
Sudut deviasi (
1
2
3
merah 1
79.0
79.2
79.0
merah 2
79.5
79.7
79.4
orange1
80,0
79.7
79.6
orange 2
80.4
80.0
80.0
kuning
80.7
80.1
80.2
biru 1
81.0
80.4
80.3
biru 2
82.0
81.8
81.5
ungu 1
82.2
82.3
82.0
ungu 2
82.4
83.4
83.0
Berdasarkan tabel 4.1 dan 4.2 dapat dilihat bahwa semakin menuju ke warna ungu sudut deviasi yang terbentuk semakin besar. Warna merah dibelokkan lebih kecil daripada warna ungu yang dibelokkan lebih besar. Hal ini disebabkan karena warna merah memiliki panjang gelombang yang lebih besar daripada warna ungu. Semakin besar panjang gelombang yang dimiliki oleh spektrum warna maka spektrum warna yang terbentuk akan dibelokkan lebih sedikit.
4.2 Perhitungan
4.2.1 Percobaan Spektrometer Dengan Menggunakan Lampu Gas Helium
Dari tabel 4.1 di atas dapat ditentukan panjang gelombang dari masing-masing spektrum warna lampu gas helium. Pertama ditentukan nilai dari indeks bias dari prisma dengan menggunakan persamaan :
Dimana nilai α (sudut puncak prisma) dan β (sudut deviasi prisma), contoh perhitungannya menggunakan persamaan (4.1) seperti berikut. Berdasarkan tabel 4.3 diketahui spektrum warna merah 1 βrata-rata = 79,5 dan α = 600, sehingga dapat diketahui nilai indeks biasnya :
n = 1,876
            Dengan cara yang sama dilakukan perhitungan untuk spektrum warna yang lainnya pada lampu gas helium ini. Tabel 4.3 berikut adalah nilai indeks bias dari lampu gas helium.
Tabel 4.3 Indeks Bias Prisma Saat Lampu Gas Helium
Warna

n


merah 1
79,5
1,876

merah 2
80,1
1,878

kuning 1
80,2
1,882

kuning 2
81,0
1,884

hijau 1
81,5
1,886

hijau 2
82,6
1,894

biru 1
82,7
1,894

biru 2
83,1
1,896

ungu 1
83,4
1,898

ungu 2
83,8
1,900

Nilai indeks bias dari prisma yang telah didapatkan dibuat grafik antara panjang gelombang referensi (λ) dan indeks bias (n). Berikut adalah grafik untuk gas hidrogen dan helium.
Grafik 4.1 Grafik antara Panjang Gelombang Referensi (Λ) dan Indeks Bias Prisma Lampu Gas Hidrogen.
Dari Grafik 4.1 didapatkan nilai regresi linier (y= Ax + B) yaitu y = 4483.4x + 1.8704 dimana A = 4483,4 dan B = 1.880. Formula Cauchy yang berbunyi n= Aλ + B, memiliki kesamaan bunyi dengan persamaan regresi linier, sehingga dari kedua persamaan tersebut didapatkan persamaan mencari nilai panjang gelombang spektrum cahaya lampu helium sebagai berikut.
Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut. Dari hasil perhitungan nilai indeks bias prisma pada tabel 4.3 diketahui warna spektrum merah 1 menghasilkan nilai indeks bias prisma sebesar 1,876. Apabila diketahui nilai konstanta dari regresi linier A = 4483,4 dan B = 1.880., 

4.2.2 Percobaan Spektrometer dengan Menggunakan Lampu Gas Neon
Grafik 4.2 di atas didapatkan nilai regresinya yaitu sebesar y= 7486.9x + 1.856, sehingga didapatkan A= 7486.9 dan B = 1,856.
Tabel 4.6 Panjang Gelombang pada Gas Neon
Warna
Indeks bias (n)
λ referensi (nm)
λ perhitungan (nm)
merah
1,874
649.5
647,946
orange
1,879
586.5
570,946
kuning
1.880
-
558,528
biru
1,885
497.9
510,158
ungu
1.894
451.3
444,335

4.3  Pembahasan
Adapun mekanisme lampu gas baik helium maupun neon memancarkan cahaya polikromatik dijelaskan sebagai berikut. Pada saat sistem dihubungkan dengan sumber tegangan PLN, maka lampu gas akan mengalami pemanasan oleh tegangan 5000 volt. Besarnya nilai tegangan ini diperoleh dari transformator step up yang memperbesar nilai tegangan sumber PLN. Pemanasan ini mengakibatkan elektron yang berada pada atom-atom lampu gas baik helium maupun neon menjadi tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi disebabkan elektron-elektron ini mendapat energi tambahan akibat pemanasan tersebut. Eksitasi elektron ini bisa terjadi dari tingkat energi terendah ke satu tingkat energi di atasnya ataupun ke dua tingkat energi di atasnya dan seterusnya. Ketika elektron mengalami eksitasi maka elektron tersebut akan menjadi tidak stabil. Hal ini akan membuat elektron kembali ke tingkat energi asalnya. Loncatan dari tingkat energi lebih tinggi ke tingkat energi rendah akan mengakibatkan elektron memancarkan energi dalam bentuk foton. Foton inilah yang bertindak sebagai cahaya. Karena adanya variasi eksitasi seperti yang dijelaskan sebelumnya, maka foton memiliki variasi energi yang berbanding terbalik dengan nilai panjang gelombangnya. Variasi inilah yang menyebabkan timbulnya cahaya polikromatik dari lampu gas baik helium maupun neon.
Dari data hasil percobaan di atas, maka dapat diketahui bahwa cahaya dari lampu gas baik helium maupun neon yang sifatnya polikromatik diuraikan menjadi cahaya monokromatik, yaitu merah, orange, kuning, hijau, biru, dan ungu. Hal ini bisa dijelaskan sebagai berikut. Pada saat cahaya dari lampu gas telah disejajarkan dengan pengaturan pada letak dan celah kolimator, lalu cahaya diarahkan ke prisma yang terletak di dalam spektrometer. Kemudian cahaya mengalami pembiasan dari medium udara ke kaca prisma lalu ke udara yang ada di dalam prisma. Setelah itu, cahaya akan mengalami penguraian cahaya dengan sudut deviasi terkecil dialami oleh cahaya dengan panjang gelombang terbesar yaitu cahaya merah dan sudut deviasi terbesar dialami oleh cahaya dengan panjang gelombang terbesar yaitu cahaya warna ungu. Dari teleskop pada spektrometer, penguraian cahaya ini dapat dilihat dalam bentuk diskret cahaya dimana tiap warna memiliki cahaya uraian yang lebih halus yang dinamakan duplet (dua cahaya halus) dalam percobaan ini warna orange, kuning, hijau, ungu dan triplet (3 cahaya halus) dalam percobaan ini merah dan biru.
Error juga dapat terjadi pada percobaan spektrometer menggunakan gas helium ini. Pada tabel 4.7 dapat dilhat bahwa nilai error spektrum warna merah sangat besar yaitu 54.02 %. Hal tersebut terjadi karena fokus dari teropong mengalami pergeseran atau tidak terlalu fokus pada spektrum warna merah, sehingga sudut deviasi yang didapatkan terlalu besar, akibatnya nilai errornya menjadi besar. Hal ini juga dapat terjadi karena letak dan celah kolimator yang semula sudah diatur dengan benar mengalami pergeseran, jika terjadi pergeseran sedikit saja pada kolimator dapat mempengaruhi sudut deviasi yang terbentuk, karena sudut pelurus dari kolimator sudah berubah. Faktor lain adalah pengaruh cahaya yang lainnya, seperti cahaya matahari atau cahaya lampu. Pengaruh cahaya dari luar dapat mempengaruhi spektrum warna yang terbentuk dari penguraian warna gas hidrogen, cahaya tersebut dapat membuat spektrum warna menjadi tidak terlalu jelas. Sehingga sudut yang terbentuk kurang begitu akurat.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
                Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa spektrum cahaya yang terbentuk dari cahaya lampu gas helium ialah merah, kuning, hijau, biru, dan ungu dan lampu gas neon adalah merah, orange, kuning, biru dan ungu. Indeks bias spektrum warna pada lampu gas helium dari warna merah, kuning, hijau, biru, dan ungu adalah 1.877, 1.883, 1.890, 1.895, 1.899 serta pada lampu gas neon yaitu merah, orange, kuning, biru dan ungu berturut-turut sebesar 1,874, 1,879, 1,880, 1,885, 1,894. Panjang gelombang masing-masing spektrum cahaya merah, kuning, hijau, biru, dan ungu berturut-turut pada gas helium sebesar 367,34 nm, 299,92 nm, 287,10 nm, 278,51 nm, dan 272,33 nm serta pada lampu gas neon dari merah, orange, kuning, biru dan ungu berturut-turut yaitu 647,94 nm, 570,94 nm, 558,52 nm, 510,15 nm, dan 444,30 nm.